Minggu, 25 September 2011

Sinopsis novel

Sinopsis novel

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sinopsis novel adalah ringkasan cerita novel. Ringkasan novel adalah bentuk pemendekan dari sebuah novel dengan tetap memperhatikan unsur-unsur intrinsik novel tersebut. membuat Sinopsis merupakan suatu cara yang efektif untuk menyajikan karangan (novel) yang panjang dalam bentuk yang singkat.
Dalam sinopsis, keindahan gaya bahasa, ilustrasi, dan penjelasan-penjelasan dihilangkan, tetapi tetap mempertahankan isi dan gagasan umum pegarangnya.
Sinopsis biasanya dibatasi oleh jumlah halaman, misalnya dua atau tiga halaman, seperlima atau sepersepuluh dari panjang karangan asli.

Langkah-langkah membuat sinopsis

  • Membaca naskah asli terdahulu untuk mengetahui kesan umum penulis.
  • Mencatat gagasan utama dengan menggaris bawahi gagasan - gagasan yang penting.
  • Menulis ringkasan berdasarkan gagasan-gagasan utama sebagaimana dicatat pada langkah ke 2. Kita gunakan kalimat yang padat, efektif, dan menarik untuk merangkai jalan cerita menjadi sebuah karangan singkat yang menggambarkan karangan asli.
  • Dialog dan monolog tokoh cukup ditulis isi atau dicari garis besarnya saja.
  • Ringkasan / sinopsis novel tidak boleh menyimpang dari jalan cerita dan isi dari keseluruhan novel.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sinopsis_novel

Selasa, 06 September 2011

Banjir

Gara-gara banjir kemarin semua orang saling cari ide untuk pengurangan banjir. Mulai dari penerusan proyek banjir kanal, pembuatan penangkap air hujan raksasa dalam bawah tanah (deep tunnel) sampai biopori dari IPB.
Orang jaman dahulu sebenarnya juga sudah menyadari pentingnya penampungan air hujan, dan hampir semua orang memiliki drum atau tong penangkap air hujan. Sekarang tanah di Jakarta, khususnya di Jakarta Pusat mulai turun sedikit demi sedikit karena kurangnya penahanan tanah akibat dari air yang selalu tersedot dan tidak ada resapan. Bila diteruskan maka gedung-gedung bertingkat di Jl. Sudirman dan sekitarnya bisa roboh kapan saja. Memang gedung-gedung tersebut juga yang menjadi masalah. Mereka mengambil begitu banyak air dan sangat kencang tanpa melakukan regenerasi resapan air dengan sumur resapan yang cukup dan lainnya. Apalagi sekarang tren apartemen di pusat kota semakin menjamur. Bisa dibayangkan apartemen 30 lantai menyedot berapa banyak air.
membuat tong air hujan sendiri
Aksesoris tong air hujan
Lihat keuntungan dan cara pembuatannya lebih lanjut.
Kembali ke tong penangkap air hujan. Air hujan itu adalah air yang lebih halus daripada air PAM biasanya dan juga tidak menggunakan klorin dan obat kimia lainnya. Karena itu tanaman pun lebih menerima air hujan dengan baik dibandingkan menyiram dengan air PAM. Makanya kalau diperhatikan, tanaman lebih kelihatan segar setelah tersiram air hujan.
Kalau kita hitung secara kuantitatif akan sebagai berikut:
Setiap 1 cm curah hujan yang jatuh di area sebesar 40 meter persegi bisa mendapatkan air hujan sebesar 900 liter  atau 237 galon air.
Bila luas atap rumah kita sebesar 100 meter persegi (atau 2.5×40 meter persegi) maka kita bisa dapatkan air hujan sebanyak 900 x 2.5 = 2250 liter air hujan untuk setiap 1 cm curah hujan
Rata-rata curah air hujan di Jakarta adalah 242 cm per tahun.
Jadi per tahunnya kita bisa menangkap air hujan sebanyak 242 x 2250 yaitu = 544500 liter air hanya dari rumah kita saja. (sama dengan 143,800 galon air). Kalau air galonan kita hargakan 1000 rupiah saja, kita sudah menghemat 143 Juta rupiah.
Kalau hal ini kita implementasikan pembuatan tong penangkap air hujan ke 1 juta rumah di Jakarta, maka saya yakin kita bisa mengurangi banjir secara drastis. Anggap saja kita menggunakan tong yang sebesar 50 galon. Maka itupun sudah 50 juta galon air yang tidak ikut ke saluran got kita. Kalau setiap rumah bisa menghitung keperluannya secara maksimal, maka hasilnya akan lebih baik lagi.
Kita bisa taruh 1 tong penangkap air hujan di depan rumah dan 1 di belakang. Peletakan lebih baik agak diatas supaya kalau mau dipakai selang untuk menyiram tanaman air akan lebih mudah mengalir.
Cara membuat Tong Penangkap Air Hujan sangat mudah.
Beli tong yang agak besar, lebih baik yang ada tutupnya.
Buat lubang dekat dengan dasar tong, tapi jangan terlalu bawah.
Panaskan dengan hair dryer sebentar (agar plastik menjadi agak lunak) sebelum memasang keran bawah
Buat lubang di bagian atas secukupnya agar lubang talang bisa masuk ke dalam tong
Untuk aksesoris lainnya seperti filter atas tong dan lainnya lihat gambar.
Kalau Tong terasa kekecilan, tong tersebut bisa saling di koneksi dengan selang seperti pada gambar.
Semoga dengan langkah kecil ini kita bisa mengurangi banjir dan tentunya menghemat penggunaan air dan ikut melestarikan lingkungan.
Sumber: http://akuinginhijau.wordpress.com/2007/05/14/apalagi-solusi-banjir-kita-bikin-sendiri-tong-penangkap-air-hujan/#more-93, 14 Mei, 2007

Kolam Pengumpul Air Hujan (PAH)

Kolam pengumpul air hujan merupakan kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atas bangunan (rumah, degung perkantoran, atau industri) yang disalurkan melalui talang. Kolam pengumpul air hujan ini sudah banyak dipakai masyarakat secara tradisional sebagai cadangan air bersih, seperti di Kabupaten Pidie Propinsi NAD, di Kabupaten Gunung Kidul Propinsi DI Yogyakarta (Gambar 1dan 2)
Penampungan Air Hujan di Pidie, NAD
Gambar 1. Penampungan Air Hujan di Pidie, NAD
Gambar 2. Penampungan air hujan di Gunung Kidul, DIY.
Gambar 2. Penampungan air hujan di Gunung Kidul, DIY.
Kolam pengumpul air hujan ini dapat dibangun atau diletakan di atas permukaan tanah (Gambar 3 dan 4) atau di bawah bangunan / rumah / teras(Gambar 5) yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan. Kolam penampungan yang diletakan  di atas permukaan tanah mempunyai  berbagai keuntungan seperti mudah dalam mengambil / memanfaatkan airnya (pengalirannya dapat dengan metode gravitasi dan mudah perawatannya.
Gambar 3. Sketsa kolam pengumpul air hujan di atas permukaan tanah
Gambar 3. Sketsa kolam pengumpul air hujan di atas permukaan tanah
Gambar 4. Sketsa kolam pengumpul air hujan vertikal.
Gambar 4. Sketsa kolam pengumpul air hujan vertikal.
Sketsa kolam tampungan di bawah rumah dan sumur resapan
Sketsa kolam tampungan di bawah rumah dan sumur resapan
Metode ini sangat menguntungkan karena minimal selama musim hujan kebutuhan dasar air bersih dapat ditopang dengan bak tandon ini. Dengan cara ini, kantor-kantor pemerintah dan swasta dapat memulai memanen air hujan untuk mengurangi anggaran air bersih dari PDAM selama sektar tujuh bulan (pada musim hujan dan beberapa bulan pada awal musim kemarau).
Untuk kompleks-kompleks industri, sangat disarankan untuk menerapkan metode ini. Kebutuhan air untuk indstri sebagian besar dapat ditopang dengan memakai air hujan. Pada tampungan air hujan dapat didistribusikan pada setiap unit bangunan atau dikonsentrasikan dengan membuat tampungan besar atau danau buatan. Pada daerah beriklim hujan sepanjang sepanjang tahun seperti di beberapa daerah di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi, metode ini sangat menguntungkan.
Di kompleks perkantoran pemerintah dan swasta, kompleks sekolah , kompleks perguruan tinggi, kompleks rumah sakit, kompleks perumahan, perhotelan, pertokoan dan lain-lain sangat relevan sekali menerapkan konsep memanen air hujan dengan kolam tandon dan sumur resapan ini. Kebutuhan air untuk keperluan-keperluan di luar air minum dapat dipasok langsung dari air hujan, sedang kebutuhan air minum, mandi dan cuci dapat dipasok dari air hujan dengan pengolahan (treatment) secukupnya terlebih dahulu. Pemerintah dapat mengimbau bahkan mewajibkan pada kompleks-kompleks tersebut untuk melakukan upaya memanen air hujan dengan mengaitkannya dengan pemberian ijin pembangunan atau ijin usaha sealigus dengan memberikan keringanan-keringanan pajak tertentu bagi yang telah melaksanakannya.
Di beberapa negara, misalnya Jepang, telah dikembangkan metode memanen air hujan  dengan membuat kolam tandon di bawah jalan raya highway. drainase jalan tidak dibuang ke sungai, melainkan ditampung  di bawah konstruksi jalan tersebut. Air hujan yang ditampung dapat dipakai untuk pemeliharaan jalan dan untuk menyuiram tanaman peneduh di sepanjang jalan. apat juga digunakan sebagai air bersih dengan penjernihan yang memadai. Metode ini di Indonesia belum lazim. Ke depan perlu kiranya dipikirkan, disurvey dan diimplementasikan mengingat potensinya cukup besar.
Gambar 5. Sketsa kolam tampungan air hujan pada jalan raya
Gambar 5. Sketsa kolam tampungan air hujan pada jalan raya
Sumber:  Agus Maryono dan Edy Nugroho Santoso, 2006. “Metode Memanen dan Memanfaatkan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan Kekeringan”, Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup

PETUNJUK PRAKTIS PEMBANGUNAN PENAMPUNGAN  AIR HUJAN

Taman penampungan air hujan yang indah dan juga bisa hemat air

Posted on July 31st, 2008 by Otakku
Kami tidak tahu seberapa banyak masyarakat Indonesia terutama yang hidup di perkotaan memanfaatkan (menyimpan) air hujan untuk memenuhi beberapa kebutuhan seperti menyiram tanaman, mencuci mobil atau lainnya tetapi yang pasti emang perlu sih memanfaatkan sesuatu yang gratis ini.
Biasanya penampungan air hujan dilakukan dengan cara biasa yaitu menggunakan pipa untuk mengalirkan air hujan yang turun dari atap rumah kemudian terdapat sebuah tempat penyaringan untuk mengurangi kotoran dan juga bakteri yang terkandung di dalamnya dan baru masuk ke tangki penampungan.

Cara tersebut memang paling ideal dan murah tetapi kalau anda punya uang lebih, anda bisa mendisain sistim penampungan air hujan dengan membuat taman/ kolam seperti ini.
Menggunakan cara yang sama tetapi bedanya semuanya dibentuk dengan lebih indah. Dan di salah satu bagian taman atau kolam tersebut, terdapat sebuah bak penampungan yang tidak terlihat sehingga tidak akan merusak pemandangan taman yang sudah indah ini.
Sumber berita: Eco-friendly Modern Water Features by H20 Designs utilise recycled rainwater, http://www.trendir.com/outdoors/ecofriendly-modern-water-featu.html.

Antisipasi Banjir, Perlu Dibuat Penampung Air Hujan

Palembang, Kompas – Di rumah-rumah di Palembang perlu dibuat tempat penampungan air hujan untuk mencegah banjir. Selain mencegah banjir, air hujan yang ditampung dapat digunakan untuk mengairi kolam ikan, mencuci, atau menyiram tanaman. Konsep rumah yang menampung air hujan disebut konsep rumah panen hujan.
Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra, Senin (17/12), seusai melihat contoh konsep rumah panen hujan di rumah dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Supli Effendi Rahim, mengatakan, idealnya, setiap rumah memiliki tempat penampungan air hujan, tetapi kendalanya adalah keterbatasan lahan.
“Untuk mencegah banjir, sementara cukup dengan membuat kolam untuk menampung air hujan. Setelah hujan reda, air hujan yang ditampung bisa dialirkan lagi pelan-pelan,” kata Eddy.
Menurut dia, solusi yang paling sesuai untuk rumah yang memiliki lahan terbatas adalah membuat kolam penampungan air hujan berukuran kecil, menyesuaikan ketersediaan lahan.
Sediakan tangki
Berdasarkan pengamatan Kompas di rumah Supli, air hujan dari atap dialirkan ke sebuah tangki penampungan sekaligus tempat penyaringan. Dari tangki penampungan, air yang sudah disaring dialirkan ke kolam di depan rumah dan di halaman belakang.
Secara terpisah, Supli mengatakan, kolam penampungan air hujan idealnya memiliki luas 27,5 persen dari luas lahan, misalnya jika lahan seluas 100 meter persegi, luas kolam penampungannya 27,5 meter persegi. Dinding kolam penampungan itu juga perlu diperkeras.
“Untuk menyiasati lahan sempit, beberapa rumah bisa membangun satu kolam penampungan air hujan. Air hujan yang sudah disaring kualitasnya baik,” papar Supli.
Terkendala biaya
Menurut Supli, untuk membuat rumah panen hujan diperlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk membuat tangki penampungan berkapasitas 10 meter kubik diperlukan biaya Rp 3,5 juta. Biaya membuat kolam bahkan lebih mahal, biaya untuk menggali satu meter kubik tanah Rp 30.000-Rp 40.000.
Supli mengatakan, agar konsep rumah panen hujan berjalan, sebaiknya Pemerintah Kota Palembang membuat regulasi berupa peraturan daerah. Tanpa regulasi, pelaksanaan konsep rumah panen hujan sulit berjalan. (WAD)
Sumber: Kompas, Selasa, 18 Desember 2007; http://64.203.71.11/kompas-cetak/0712/18/sumbagsel/4090021.htm

Air Hujan, Kolam dan Ikan Hias

Meski tidak mampu beradaptasi dengan si pemilik rumah layaknya peliharaan lain seperti anjing atau kucing, tapi ikan bisa memberikan suasana tersendiri. Suara gemericik air dan ikan membuat kita merasa tenang dan terhindar dari stress, apalagi jika taburan makanan membuat ikan bergerak lincah. Alasan itu lah yang menyebabkan para pemilik rumah memanfaatkan lahan di pekarangan rumahnya untuk membuat kolam ikan hias.
Beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk membuat kolam ikan hias agar tetap bersih dan tidak menyebabkan kelembaban di sekitarnya. Pertama bahan pembuat kolam sebaiknya semen atau batu alam yang padat sehingga mudah dibersihkan, terkena sinar matahari secara langsung, punya aliran air pembuangan dan lokasi diupayakan dekat dengan sumber air. Diupayakan tidak sering menggunakan air PAM karena mengandung kaporit yang digunakan untuk menjernihkan air dan pH yang tidak netral sehingga tidak baik untuk ikan. Dengan sedikit usaha mengolah air hujan yang jatuh dari atap dan talang rumah bisa digunakan sebagai solusi pengganti air PAM.
Penelitian memang membuktikan air hujan mengandung mineral yang rendah, kesadahan yang rendah, asam (pH) rendah, namun unsur organik dan zat besinya tinggi yang biasanya jika diminum menyebabkan gangguan kesehatan, begitu juga halnya dengan ikan sehingga tidak baik digunakan secara langsung untuk pengisi kolam karena ikan pada umumnya membutuhkan pH Netral.
Dengan menggunakan gentong semen sebagai bak penampung dan penyaring dengan kerikil dan pasir ditambah kapur, ziolite dan arang maka air hujan bisa digunakan sebagai pengisi air kolam. Dengan memanfaatkan air hujan yang merupakan buangan air dari atap dan talang tersebut selain rumah jadi bersih juga sebagai sirkulasi air kolam dan menciptakan efek keindahan.
Sumber: http://ferosz.wordpress.com/2008/08/27/air-hujan-kolam-dan-ikan-hias/

BAK PENAMPUNGAN AIR BAMBU SEMEN (KAPASITAS 10.000 LITER)

1. PENDAHULUAN
Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sebuah keluarga akan membutuhan puluhan liter air bersih per hari untuk minum, membasuh mulut, mencuci, dan memasak, dan kebutuhan yang lain. Dalam sebulan akan dibutuhkan beriburibu liter air bersih untuk keperluan lain seperti mandi, mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga.
Untuk daerah pedesaan yang kering di musim kemarau pada waktu hujan hanya sedikit dan persediaan air dalam tanah menurun, akan sulit sekali untuk mendapatkan air yang bersih. Pada musin kemarau sumur menjadi kering, aliran sungai besar berubah menjadi kecil dengan air yang keruh, mengakibatkan timbulnya penyakit yang menuntut banyak korban. Di samping itu pada musim kemarau banyak waktu dan tenaga terbuang untuk mengambil air bersih, karena sumber air biasanya terletak jauh dari tempat tinggal. Masalah kebutuhan air bersih dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan sumber air dan air hujan. Menampung air hujan dari atap rumah adalah cara lain untuk memperoleh air. Cara yang cukup mudah ini kebanyakan masih diabaikan karena atap rumah yang terbuat dari daun rumbia atau alang-alang tidak memungkinkannya. Namun pada rumah yang beratap genteng atau seng bergelombang, hal ini dengan mudah dapat dilakukan dengan memasang talang air sepanjang sisi atap dan mengalirkan air hujan itu ke dalam tempat penyimpanan.
Ada 7 cara penyimpanan air yang biasa digunakan atau dipakai di daerah pedesaan di Indonesia. Ke-7 cara tersebut yaitu :
  1. Gentong penampungan air cara cetakan (Kapasitas 250 liter)
  2. Drum air cara kerangka kawat (Kapasitas 300 liter)
  3. Bak penampungan air bambu semen (Kapasitas 2.500 liter)
  4. Bak penampungan air bambu semen (Kapasitas 10.000 liter)
  5. Instalasi air bersih pipa bambu metode tradisional
  6. Instalasi air bersih pipa bambu sistem pengaliran tertutup
  7. Bak penampungan sumber air/mata air
Umumnya penyimpanan air yang digunakan adalah bak penampung yang dibuat dari drum, genteng dan bambu semen. Bahan ini digunakan karena : relatif murah, tahan lama, konstruksi kuat, mudah dibuat, bahan baku mudah didapat dan air yang ditampung tidak mudah tercemar.
2. URAIAN SINGKAT
Pemakaian bambu semen cukup mudah, bahan bisa diperoleh di daerah serta teknik pembuatan hanya memerlukan keahlian teknis yang sangat minim. Kapasitas bisa mencapai 10.000 liter yang dapat dimanfaatkan oleh tiga sampai lima keluarga.
3. BAHAN DAN PERALATAN
  1. 20 sak semen
  2. 2m3 pasir hitam
  3. 25 batang bambu
  4. Stop kran 1 buah
  5. Elbog 1 buah
  6. Pipa pengambilan 1 buah
  7. Pipa pengurasan 1 buah
  8. Pipa peluap 1 buah
  9. Botol plastik 1 buah
  10. Pipa pengukur, lot, kerekan, snar
  11. Saringan kasa nyamuk 100 cm22
  12. Ijuk penyaring ½ kg
  13. Gedeg (anyaman bambu)
  14. Papan
  15. Ember
  16. Tali
  17. Sarung tangan
4. PEMBUATAN
  1. Perlakuan sama dengan penampung air bambu semen kapasitas 2.500 liter
  2. Ukuran kerangka dasar seperti Gambar 1,2, dan 3.

Gambar 1. Rangka anyaman tangki bambu semen kapasitas 10.000 liter
Gambar 1. Rangka anyaman tangki bambu semen kapasitas 10.000 liter

Gambar 2. Rangka pondasi anyaman bambu kapasitas 10.000 liter
Gambar 2. Rangka pondasi anyaman bambu kapasitas 10.000 liter

Gambar 3. Potongan tangki bambu semen kapasitas 10.000 liter
Gambar 3. Potongan tangki bambu semen kapasitas 10.000 liter
5. PENGGUNAAN
Penggunaan sama dengan penampungan air bambu semen kapasitas 2.500 liter
6. PEMELIHARAAN
Sama dengan penampung air bambu semen kapasitas 2.500 liter
7. PERBAIKAN
Perbaikan sama dengan penampung air bambu semen kapasitas 2.500 liter
8. KEUNTUNGAN
Bisa digunakan oleh banyak keluarga dengan kapasitas penambungan air lebih banyak
9. KERUGIAN
Perawatan lebih sulit bila dibandingkan dengan kapasitas 2.500 liter
10. DAFTAR PUSTAKA
1) Rollos, Hans. Tangki air hujan bambu semen. Bandung : Institut Teknologi
Bandung
2) Bak penampungan air bambu semen. Yogyakarta : Yayasan Dian Desa
Sumber:  Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340; Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

Teknik Panen Air Hujan dengan Atap Usaha Konservasi Air di Daerah Kering

Oleh: Muhammad Baitullah Al Amin, Victor M. Lau, Hanjar Safari, dan Mansur Tabarid P
I. PENDAHULUAN
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dan tidak tergantikan dalamv pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Satu orang setidaknya membutuhkan minimum 2 liter air bersih dan sehat sebagai pemenuhan fungsi metabolisme tubuhnya. Di samping itu, air juga digunakan untuk pemenuhan kebutuhan mendasar yang lainnya. Karena begitu penting dan berharganya, setiap orang
mempunyai hak untuk dapat memperoleh air. Namun pada kenyataannya sebagian besar masyarakat di Indonesia belum mempunyai akses untuk memperoleh air bersih, khususnya di daerah-daerah yang mengalami kekeringan seperti di provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan lain-lain.
Bumi Nusantara secara alami terletak pada garis khatulistiwa yang beriklim tropis dan berada pada wilayah yang sangat banyak curah hujannya jika dibandingkan dengan sebagian dari wilayah Afrika, Cina dan India, kecuali di sebagian wilayah Indonesia seperti : Provinsi NTT dan wilayah Bagian Tenggara dan Selatan Daya Provinsi Maluku yang curah hujannya .sangat rendah dan terjadi hanya beberapa bulan dalam setahun.
Walaupun demikian saat ini beberapa wilayah Indonesia tetap mengalami kelangkaan air bila kemarau panjang terjadi. Disisi lain ketika musim hujan terjadi kelebihan air yang tidak dapat tertampung dalam badan air yang ada pada sungai, danau, situ, waduk buatan, sehingga meluap menjadi banjir. Dua kondisi yang sering bertentangan ini dapat bermanfaat bila ditangani secara terpadu dan bersinergi (mengingat begitu besarnya potensi sumberdaya air yang terbuang percuma menuju ke laut lepas).
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah di atas yaitu dengan melakukan upaya konservasi air dengan cara menampung atau menyimpan air pada saat berlebih untuk digunakan pada saat dibutuhkan (kemarau) terutama untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Teknik panen air hujan (rainwater harvesting) dianggap merupakan salah satu upaya yang cukup efisien dalam menyediakan air bagi masyarakat di daerah yang mengalami kekeringan. Makalah ini akan membahas teknik panen air hujan dengan memanfaatkan atap rumah dan akan memberikan gambaran perencanaan metode konservasi tersebut di kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
II. TEKNIK PANEN AIR HUJAN DENGAN ATAP (ROOF TOP RAINWATER HARVESTING)
Panen air hujan (rainwater harvesting) merupakan suatu cara untuk menampung air pada saat hujan, disimpan dalam suatu tampungan atau diresapkan ke dalam tanah nantinya. Metode panen air hujan umumnya dilakukan di daerah perkotaan dimana memanfaatkan aliran permukaan perkerasan jalan, atap rumah, dan lain-lain yang terjadi pada saat hujan. Salah satu teknik panen air hujan yang akan dibahas pada makalah ini yaitu teknik panen air hujan dengan memanfaatkan atap rumah dimana air hujan yang jatuh di atas atap akan dikumpulkan dan ditampung ke tangki atau bak penampung air hujan.

Gambar 1. Teknik panen air hujan dengan atap rumah
Gambar 1. Teknik panen air hujan dengan atap rumah
Air hujan yang jatuh di permukaan atap rumah akan melimpas menjadi aliran permukaan. Air hujan yang melimpas tersebut akan dikumpulkan melalui saluran pengumpul (talang) berbentuk saluran pipa yang dapat terbuat dari bahan metal (Galvanized Iron Pipe), PVC, atau bahan lain yang cukup kuat dan tahan lama. Air hujan yang terkumpul kemudian akan di alirkan ke tampungan air hujan berbentuk tangki atau bak yang dilengkapi dengan water tap sebagai outlet apabila air hujan yang ditampung akan digunakan untuk keperluan konsumsi air sehari-hari.
III. KONSTRUKSI TAMPUNGAN AIR HUJAN
Konstruksi untuk pemanenan air hujan dapat dibuat dengan cepat karena cukup sederhana dan mudah dalam pembuatannya. Komponen-komponen utama konstruksi tanpungan air hujan terdiri dari atap rumah, saluran pengumpul (collector channel), filter untuk menyaring daun-daun atau kotoran lainnya yang terangkut oleh air, dan bak penampung air hujan. Masing-masing komponen tersebut dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.

Gambar 2. Bak penampung air hujan
Gambar 2. Bak penampung air hujan

POTENSI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR
Jumlah air hujan yang dapat dipanen dari atap rumah tergantung dari luasan efektif atap dan intensitas hujan tahunan dari daerah tersebut. Ukuran dari atap rumah dipengaruhi oleh ukuran suatu rumah itu sendiri. Sebagai contoh, di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan salah satu daerah kering di Indonesia dimana curah hujan efektif rata-rata tahunan sekitar 200 mm (Direktorat Bina Program Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, 1984 dalam Sunjoto, 2005). 1 mm hujan yang jatuh di atas 1 m2 atap akan menghasilkan 0,8 liter air dikarenakan adanya penguapan dan kehilangan air lainnya. Dengan luasan atap rumah 50 m2, maka dapat diperkirakan jumlah air hujan dipanen adalah: Jumlah air hujan yang dipanen = 50 x 200 x 10-3 x 0,8 = 8 m3/tahun atau 8000 liter/tahun.Jika 1 rumah tangga dihuni oleh 5 orang dan kebutuhan konsumsi air adalah 10 liter/orang/hari, maka kebutuhan air sebesar: Kebutuhan air 1 rumah tangga = 10 x 5 = 50 liter/RT/hariSehingga air hujan yang dipanen dapat mencukupi kebutuhan konsumsi air satu rumahtangga selama:Kecukupan air = 8000 / 50 = 160 hari atau 5,3 bulan. Sebagai hitungan praktis potensi air hujan yang dapat dipanen dilihat dari intensitas hujan dan luasan atap disajikan pada tabel berikut.
DIMENSI TANGKI PENAMPUNG AIR HUJAN
Dari Tabel 2, dimensi tangki penampung air yang diperlukan untuk menampung air hujan yang dipanen sebanyak 8m3 /tahun yaitu
  • diameter tangki = 2,70 m
  • tinggi muka air = 1,40 m
  • tinggi jagaan = 0,20 m
  • Tinggi tangki total = 1,40 + 0,20 = 1,60 m
Sehingga tangki air yang diperlukan sebanyak 1 buah dengan diameter 2,70 m dengan tinggi 1,60 m.

DIMENSI TALANG AIR (PIPA PENGUMPUL)
Misalkan hujan deras rerata, I yang terjadi adalah sebesar 10 mm/hari selama 2 jam. Koefisisen aliran permukaan atap, Cr adalah 0,9. Aliran permukaan di atap yang terjadi pada masing-masing sisi atap adalah sebesar:


Gambar 7. Limpasan permukaan atap yang masuk ke saluran pengumpul
Gambar 7. Limpasan permukaan atap yang masuk ke saluran pengumpul
Dimensi saluran pengumpul yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan cara trial and error untuk mendapatkan ukuran yang optimum sesuai dengan jumlah air yang dialirkan.

Dilakukan trial and error kedua sampai didapatkan dimensi saluran yang optimum.

Digunakan saluran pengumpul dengan diameter 0,037 m dan lebar 0,077 m. untuk lebih jelasnya lihat Tabel 4 di bawah ini.

IV. STUDI KASUS PERENCANAAN TEKNIK PANEN AIR HUJAN DI KOTA KUPANG, NTT
Kota Kupang merupakan ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur yang beriklim kering terjadi antara bulan November sampai bulan Maret, sedangkan musim kemarau panjang dan kering terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Oktober. Jumlah penduduk kota Kupang sampai dengan akhir tahun 2007 yaitu mencapai 279.050 jiwa. Selama ini, pelayanan akan air bersih di kota Kupang dilakukan oleh PDAM Kupang dan UPTD kota Kupang. Namun, karena pelayanan yang kurang optimal dimana jumlah penduduk yang
baru terlayani hanya sekitar 157.760 jiwa (2007) sehingga masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan mencari sumber air alternatif lainnya seperti sumur gali dan pembelian air melalui tangki untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.
Pengembangan sistem air bersih merupakan suatu kebutuhan yang mutlak bagi pemerintah kota Kupang karena menyangkut langkah-langkah bagaimana memperoleh air, mengolahnya sehingga memenuhi standar air bersih dan sehat yang ditentukan.
Teknik panen air hujan dengan atap dapat menjadi salah satu upaya alternatif yang dapat diusulkan sebagai sistem penyediaan air bersih di kota Kupang. Selama ini, air hujan yang jatuh di atas atap tidak ditampung dan hanya dibiarkan meresap atau masuk ke saluran drainase begitu saja. Sehingga upaya konservasi air melalui penampungan air hujan dirasa perlu untuk dilakukan. Untuk keperluan bak penampung air bersih, sebagian besar masyarakat Kupang sebetulnya telah memilikinya di masing-masing rumah untuk menampung air bersih dari jaringan pipa PDAM. Sehingga usulan yang dapat dilakukan sehubungan dengan metode panen air hujan, yaitu:
  1. Membuat hanya saluran pengumpul air hujan dilengkapi filter di atap-atap rumah yang telah memiliki bak penampungan sebelumnya.
  2. Membuat bangunan penampung air hujan yang lengkap bagi rumah-rumah penduduk yang belum memiliki bak penampung air bersih.
Diharapkan dengan dibangunnya sistem penyediaan air bersih melalui teknik panen air hujan dengan atap, sebagian besar masyarakat yang belum memperoleh akses air bersih di daerah yang mengalami kekeringan atau kelangkaan air, khususnya kota Kupang dapat teratasi. Proyek-proyek sejenis telah banyak dilakukan di daerah-daerah yang mengalami kelangkaan air seperti di India, Afrika, Pakistan, dan lain-lain dan telah sukses dalam menyediakan kebutuhan air bersih bagi masyarakat di kota-kota tersebut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
  1. Upaya konservasi air perlu dilakukan di daerah yang mengalami kekeringan dan kelangkaan air melalui upaya-upaya yang tepat dalam penanggulangannnya.
  2. Teknik panen air hujan dengan atap merupakan salah satu bentuk upaya penyediaan air bersih yang sangat baik, mudah, dan relatif murah pembuatannya.
  3. Kota Kupang merupakan kota yang potensial untuk diterapkan metode panen air hujan sebagai alternatif penyediaan air bersih sehingga dapat diusulkan untuk mengatasi kekeringan di kota tersebut dan mengurangi ketergantungan terhadap PDAM Kupang.
  4. Dalam usaha dan pengambilan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengatasi kekeringan perlu adanya kerjasama antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat sehingga jumlah penduduk yang mendapatkan akses air bersih menjadi meningkat sesuai dengan cita-cita Millenium Development
    Goal’s 2015 dimana jumlah penduduk Indonesia yang memperoleh akses air bersih mencapai 80%.
SARAN
Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan untuk menyempurnakan makalah ini adalah:
  1. Untuk keperluan estimasi dimensi bangunan penampung air hujan yang lebih akurat diperlukan data yang lebih lengkap, baik data klimatologi, data kependudukan dan data-data lain yang mendukung untuk digunakan analisis potensi ketersediaan dan kebutuhan air di suatu kota.
  2. Perlu adanya analisis perkiraan biaya untuk pembangunan tiap unit bangunan penampung air hujan.
  3. Perlu adanya studi pembanding antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga dapat diketahui metode yang tepat yang dapat diterapkan untuk menanggulangi kelangkaan air di suatu tempat sesuai dengan kondisi dan keadaan sosial ekonomi masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Manual on Rooftop Rainwater Harvesting Systems in Schools: Maintenance
Schedule, Post storage Procedure and Precautions, Internet.
Anonim, References Tables an Design Example of Rooftop Harvesting, Internet.
Ferdausi, Shakil A dan Martin W.Bolkland, 2000, Rainwater Harvesting for Aplication in Rural Bangladesh, Bangladesh,
Internet.
http://akash-ganga-rwh.com
http://www.irenees.net
http://www.mppcb.nic.in

Harvesting Rainwater with Rain Barrels, an Old Idea with a New Following

Collecting rainwater for use during dry months in rain barrels or other depositories is an ancient and traditional practice. Historical records show that rainwater was collected in simple clay containers as far back as 2,000 years ago in Thailand, and throughout other areas of the world after that. With the rising price of municipal water and drought restrictions now facing much of the United States during the summer months, more and more homeowners in our own modern society are turning to the harvesting of rainwater to save money and protect this precious natural resource.

It is a common belief in many parts of the world that water is an infinite resource to exploit as needed, but as the saying goes, “you don’t know the value of water until the well is running dry.” This is especially true in arid parts of the U.S. where most of the municipal water comes from overstressed underground aquifers. Whereas rainwater is considered a renewable natural resource, many aquifers are being “mined,” that is, communities are drawing out more water than the aquifer naturally receives to recharge it.
As drought and aquifer mining begin to call attention to an increasing water crisis, people are seeking ways minimize impact on their municipal water supplies. Rain barrels can be part of the solution. Just look outside your window the next time it rains and imagine all the water that’s running down your driveway being put to beneficial use in your home and garden!
The Freshwater Facts
To illustrate how important and how limited a resource freshwater is in our world, consider the following. More than 70 percent of the Earth’s surface is covered by water, but only 2.5% of this supply is considered fresh water. The rest is found in the form of salt water in the oceans. Of the fresh water that exists, most is locked up in glaciers and ice caps. Water can also be found in the form of clouds and humidity in the soil. That leaves us 3/10 of 1 percent found in the form of lakes, rivers and streams. Unfortunately, much of this small amount of freshwater is in danger of drying up through desertification or becoming so contaminated that it cannot be used for human consumption. Changing our habits of water use can help to abate this growing problem. For more information on world water consumption, you can review this government website.
Why Harvest Rainwater with Rain Barrels?
Besides helping the environment, an obvious reason for harvesting rainwater is to save money. Depending on the size of your house and the amount of rainfall in your area, you can collect a substantial amount of rainwater with a simple system. This extra water can have a significant impact on your water bill. The use of rainwater combined with the domestic use of grey water can further increase your savings. Even if you live in a rural area and have your own well, the fact that rainwater is a naturally soft water may be enough to justify harvesting rainwater. (Keep reading for information on how to calculate the potential volume of rainwater you can collect.)
Rainwater stored in rain barrels has many uses. Some people find it mostly useful for watering their landscapes and gardens. Others find uses within the house as well. Rainwater can also be used for drinking but requires special treatment with a filtration system. Note that many cities require the filtration system for drinking water to be certified and the water to be tested on a regular basis. You do not need a filtration system for landscape uses. You can use it directly from your rain barrel on your garden.
If you’re harvesting rainwater with rain barrels to use for watering your landscaping, the rainwater can help to improve the health of your gardens, lawns, and trees. Rain is a naturally soft water and devoid of minerals, chlorine, fluoride, and other chemicals. For this reason, plants respond very well to rainwater. After all, it’s what plants in the wild thrive on!
Rainwater from Rain Barrels Makes Your Garden Smile
Since the rain water is usually collected from the roofs of houses, it picks up very little contamination when it falls. You’ll of course want to keep your roof clean of debris and potential contaminants to maximize purity. The material your roof is made of is also important in how much contamination the water will carry (see Safe Rainwater Harvesting Catchments). The chemicals and hard water from many of our municipal water systems can produce an imbalance in the soil of your garden. Chemical fertilizers, fungicides, pesticides, and drought can also disrupt the balance and harmony of the soil. This imbalance causes trees and plants to weaken and makes them more susceptible to disease.
Trees and plants have an efficient immune system that allows them to fend off diseases and other invaders as long as they have a healthy soil environment and aren’t stressed by other factors such as drought. Trees and plants rely on fungus, bacteria, and nematodes to help them absorb the minerals and nutrients they need. Trees and plants depend on a fungal root system called mycorrhizae. Mycorrhizae attaches itself to tree and plant root hairs and extends the root hair system.
Mycorrhizae uses some of the plant’s energy, but provides the plant with minerals it can’t otherwise absorb. In healthy soil, the mycorrhizae of one tree connects with mycorrhizae of other similar trees. When you look at your garden, visualize it as a vast interconnected community of trees, plants and tiny critters that live in the soil, all interacting and affecting each other. Thus, the type of water you use in your garden will affect the health of this intricate community.
And speaking of community, one of the best reasons to start harvesting rainwater with rain barrels is that if you teach and encourage others to do the same, you will help to spread the culture of rainwater collection and in turn help your larger community and the environment. It is always important to remember that every living thing on the planet needs water to survive so we as humans must expand our idea of community to the plants and animals that surround us.
Sumber: http://www.rainbarrelguide.com/

‘Tabungan’ Air Hujan Memberi Efek Domino Positif

27 February 2008
Bencana banjir dan kemarau parah yang melanda berbagai wilayah di Tanah Air sejatinya bisa dicegah bila saja sistem pengelolaan air hujan dibangun secara lebih memadai, kata Prof Dr Supli Effendi Rahim, dosen di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang.
Curah hujan yang relatif tinggi di seluruh kawasan Indonesia, yakni sekitar 2.000-4.000 mm/tahun, seharusnya membuat penduduk tidak perlu lagi khawatir terhadap ketersediaan air bersih, kata Supli kepada Antara di Jakarta, Rabu. “Karena dengan sistem panen air hujan, seisi rumah tidak perlu lagi kekurangan air bersih,” ujarnya.
Sistem penampungan air hujan memang sudah lama dikenal di Indonesia, namun sayangnya tidak banyak yang memanfaatkan sistem ini secara serius dan berkesinambungan.
Supli mencontohkan, bila satu rumah memiliki tangki penampungan air hujan berkapasitas 10 meter kubik, atau yang diameternya 5 persen dari luas bangunan rumah, tentunya air endapan itu bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Idealnya tiap rumah minimal mengalokasikan 25 persen dari luas lahannya untuk kolam penampungan air hujan,” kata Supli yang alumni Cranfield Institute of Technology, Inggris, ini.
Lebih lanjut ia menegaskan, “Ada banyak sekali yang bisa kita perbuat untuk mencegah air hujan menimbulkan banjir, dan menjaga cadangan air pada musim kemarau datang.” Atap rumah yang terbuat dari daun atau genteng bisa menjadi media yang bagus untuk kemudian dikumpulkan airnya ke kolam atau tangki penampungan.
“Saya lihat sudah banyak orang yang menyalurkan air hujan dari atap rumahnya dengan sistem paralon, namun sayangnya air itu langsung diarahkan untuk dibuang ke selokan. Seharusnya air itu bisa dikumpulkan di dalam kolam atau tangki yang tertutup dan rutin diberi Abate sebagai pencegah munculnya jentik-jentik nyamuk,” kata dia menjelaskan.
Ia pun mengakui bahwa air hujan selama 5 menit pertama masih mengandung asam yang berbahaya bagi tubuh, tapi setelah lima menit, air hujan sudah cocok untuk ditampung ke tangki atau kolam. Supli menjamin, air hujan yang ditampung mempunyai kualitas yang layak minum, tentunya setelah air itu diendapkan dan disaring.
“Dengan menampung dan menyimpan air hujan, beban PDAM juga bisa berkurang dan masyarakat bisa bersama-sama mencegah hadirnya banjir pada musim hujan sekaligus tetap mendapat pasokan air saat musim kemarau,” katanya. Penampungan air hujan, masih kata Supli, seharusnya diatur dengan hukum yang mengikat agar ada efek luasnya.
“Seharusnya pemerintah daerah memasukkan ketersediaan sistem penampungan air hujan sebagai paket dari pemberian izin bangunan, entah itu rumah atau kantor. Saya bahkan mengimpikan bisa melihat panen air hujan ini bisa dilakukan di lokasi perkantoran dan perumahan,” katanya.
Berbeda dengan sistem pengelolaan air hujan yang lain, seperti biopori dan sumur resapan, sistem penampungan air hujan bisa dilakukan oleh siapa saja dengan komposisi besaran penampung yang fleksibel. “Bisa pakai gentong kosong biasa, bisa pakai tangki, bisa pakai kolam. Yang penting air itu tertampung dan tidak langsung dibuang ke selokan,” kata Supli. antara/mim


Sumber:  Republika Online; http://www.indowater.org/?kd=detail&row=18&tp=water_supply&ktg=&latest=&product=&kode=155